Puisi-puisi Sigi
Perjalanan Riuh yang Sebenarnya Diam di Tempat
saya datang
& saya juga akan meromantisasi
sejauh mana ini berjalan
saya sadar & tahu betul
bagaimana menangkap
gambaran-gambaran
saya menerima segala
bahasa abu maupun
perlakuan biru
sebab penantian adalah
perjalanan pulang
dari kegerahan pikiran
anda tak pernah bepergian
saya tiba &
kapanpun itu akan
mengendarai kesengsaraan
sebab luka datang dari dalam
bukan yang disangkutkan
anda yang sedang menjajal
sebuah makna
saya beri & bersemayamlah
ketenangan cukup kedinginan
izinkan
& bersudilah saya menjajakan
sebuah selimut yang tidak anda inginkan
tetapi saya butuhkan
sebongkah es menunggu kehancuran
: tangan maupun kepasrahan

Mereka Terburu-buru Menuju Entah
Langit itu kosong
Aku bungkam keheningan
dalam jazz dan nikotin
—Subagio Sastrowardoyo, Abad 20
entah ada angin apa
sesaat Miles Davis memintaku
melepaskan mata
& John Coltrane memaksa
untuk memasang telinga—
mata sudah kumasukkan ke dalam saku celana
sementara tanganku meraba-raba
sebab tanpa aba-aba
sudah terpasang kurang mantap
mereka buru-buru menyampaikan sesuatu
tapi aku jelas tahu apa yang disampaikan
Miles Davis; jangan biarkan bahagia penuh
menyesaki dada. irislah!
sedang John Coltrane meracau kepadaku;
sesekali pisahkan antara derita & gelisah
kau bukan dewa yang mencicipi jiwa-jiwa
John Steinbeck berpaling
Macca beserta gerombolan Beatles
mengusir mereka semua
membawa perempuan untuk disajikan

Percakapan yang Tak Mendapat Tempat
Bahkan di Pojok Kamar yang Sempit
pengantin, singgungmu
gusar kau meminta amin
merayu—mengajak bermain
pecah tangis penyebab aku tak ingin
kian lain jadi raut berjumpa senin
menghujam tubuh tak berkain
menghangat dalam dekap
meracau kau memilin-milin
bersengaja melembap
kini kau pemilik batin

Tentang Penyair
Sigi adalah seorang barista yang kini mukim di Jakarta. Menulis puisi mencegahnya dari membunuh dirinya sendiri.