Puisi-puisi Medemos
Ruang Sore
Riuh isi kepala
Senandika tak beraturan
Kukira asa telah sirna
Amerta terbukti fana
Kukira akhir berujung nestapa
Litani kian tak terucap
Sampai sore datang
Sore itu tak banyak bicara
Tak pula menuntut banyak
Ia hanya hadir dan ada
Kebisingan perlahan hirap
Sandyakala memberiku ruang
Seolah berbisik ke relung jiwa
“Istirahatlah, kamu tidak harus sempurna.”

Bung Kam
Alam pikiranku buntu
Bukankah ia harus bebas dan liar?
Arogansinya habis dibendung
Bisu, diam bak bangunan runtuh
Pisaunya semakin tumpul
Diasah namun terbengkalai
Mulutku sudah dibungkam
Tolonglah, tolong
Jangan pikiranku juga
Kamu
Jika kamu matahari
Maka aku mencintai panas
Jika kamu bulan
Maka aku mencintai redup
Jika kamu bintang
Maka aku mencintai cahaya
Aku tidak peduli
Inginku hanya mencintaimu
Dengan segala macam-mu
Sang Bisu
Aku hanya diam
Tak membuat keributan
Tidak berisik
Apalagi mengganggu
Tetapi…
Mengapa selalu Aku?
Selalu Aku yang ingin
kalian bumi-hanguskan
Demikian jeritan hati pohon
jika ia dapat berbicara, sayangnya
ia hanyalah sang bisu!

Kopi dan Malam
Menikmati kopi di cangkir sendiri
Memulai aktivitas yang menyenangkan
Menjulurkan tangan ke kuping cangkir
Mendekatkan hidung ke mulut cangkir
Menjulurkan lidah pelan-pelan
Menyentuh permukaan air kopi
Sampai menyesapnya perlahan
Mataku terpejam
Dunia ikut menghitam
Tenang…
Seperti kopi di cangkir ini
Penyendiri sepertiku
Malam ialah berkah sekaligus bencana

Medemos menulis puisi. Tinggal di Kota Medan.
Tulisannya selalu menarik untuk dibaca, semoga makin berkembang dan semakin keren lagi yaa. Ditunggu tulisan tulisan keren lainnya Ed
Kalau boleh tahu “kamu” Itu siapa?
Siapapun yang menjadi kamu
ππΌ
bagus bgt, setiap kata kayaknya dipilih dengan sangat cermat dan disusun rapi. Maknanya dalam, tapi disampaikan dengan sederhana dan menarik. Cara nulisnya bikin suasana terasa kuat, seakan-akan ngajak pembaca masuk ke dunia yang dibuat penulis π€©
MakasiiππΌππΌ